Indonesia memiliki berbagai keberagaman etnik yang salah satunya adalah etnik Tionghoa. Etnik Tionghoa yang tinggal di Indonesia merupakan masyarakat minoritas dan pada umumnya merupakan korban dari kerusuhan yang terjadi pada Mei 1998. Pengalaman pahit yang dialami oleh etnis tiongho pasca kejadian itu, tentunya memperbesar prasangka mereka terhadap penduduk yang berasal dari suku asli Indonesia itu sendiri. Selain karena kerusuhan yang terjadi pada 1998, penyebab lain munculnya perasangka itu sendiri juga dikarenakan adanya perbedaan antar dua budaya (budaya asli pribumi dan tionghoa). Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah adanya hubungan antara prasangka dan kompetensi interkultural masyarakat tionghoa di JABODETABEK terhadap Masyarakat dari suku asli Indonesia. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah masyarakat keturunan etnik Tionghoa yang tinggal di JABODETABEK dengan rentang usia 18-25 tahun. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik non-probability sampling yaitu Purposive sampling dengan teknik analisis data menggunakan metode korelasi yang diolah melalui SPSS 25, dan melibatkan 160 sampel dengan kriteria yang sudah ditetapkan. Penelitian ini menggunakan alat ukur kompetensi intercultural yang dikembangkan oleh (Tresnawaty, 2023) untuk mengukur kompetensi interkultural dengan nilai alpha cronbach sebesar 0.89. Sedangkan untuk mengukur skala prasangka maka digunakan alat ukur Prejudice Scale RIVEC (Rejection,Intimacy,Values, Emotions, Culture) yang telah diadaptasi oleh Martini (2016) dengan nilai alpha cronbach sebesar 0,88 Berdasarkan pemaparan diatas maka hipotesis dari penelitian ini yaitu adanya hubungan antara prasangka dan kompetensi interkultural masyarakat Tionghoa.